Keterangan hukum variasi sex

Hukum variasi sex menurut pandangan fikih



mas paijo adalah santri tulen yang baru saja melangsungkan pernikahan dengan gadis pujaannya, malam pertama yang ditunggu-tunggunyapun tiba, mas paijo langsung meminta istrinya untuk melakukan variasi sex dan ternyata istrinya-pun tidak keberatan melakukannaya.

Eits... jangan lupa baca juga Makanan Penambah Libido dan Darah Putih Ohh....

Pertanyaan:

Apakah boleh suami istri melakukan variasi sex, semisal dari arah belakang ?

Jawaban:

Bervariasi dalam melakukan sex itu diperbolehkan, meskipun dengan cara dari arah belakang namun yang dituju dalah jalan depan (vagina). Yang tidak boleh dan dilaknat adalah jika menyetubuhi duburnya.

Referensi:

نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ (223) (البقرة 223)

Pertanyaan:

Jika istri menolak untuk bervariasi sex apakah masuk pada perbuatan nusyuz (membangkang) sehingga tidak wajib dinafkahi ?

Jawaban:

jika istri tidak mau melakukan variasi sex yang wajar maka masuk pada kategori nuzyuz, sehingga tidak wajib dinafkahi oleh suami.
Catatan: variasi sex yang wajar ialah sebatas agar suami bisa gampang dalam menyetubuhin istri. Selebihnya dari itu istri tidak wajib menuruti perintah suami.

Referensi:


الفتاوى الفقهية الكبرى - (ج 9 / ص 249)
( وَسُئِلَ ) عَمَّا إذَا طَلَبَ الزَّوْجُ مِنْ زَوْجَتِهِ عِنْدَ الْجِمَاعِ رَفْعَ الْفَخِذَيْنِ وَالتَّحْرِيكَ هَلْ يَجِبُ عَلَيْهَا ذَلِكَ فَتَكُونُ نَاشِزَةً إذَا امْتَنَعَتْ ؟ ( فَأَجَابَ ) رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى بِقَوْلِهِ الْوَاجِبُ عَلَيْهَا هُوَ التَّمْكِينُ مِنْ الْوَطْءِ بِحَيْثُ يَسْهُلُ عَلَى الزَّوْجِ وَلَا يَجِبُ عَلَيْهَا مَا وَرَاءَ ذَلِكَ مِمَّا هُوَ مَعْرُوفٌ وَإِنْ تَرَتَّبَ عَلَيْهِ مَزِيدُ قُوَّةٍ لِهِمَّةِ الرَّجُل وَتَنْشِيطٌ لِلْجِمَاعِ هَذَا هُوَ الَّذِي يُتَّجَهُ وَيُحْتَمَلُ أَنْ يَجِبَ عَلَيْهَا مَا يَتَوَقَّفُ عَلَيْهِ الْإِنْزَالُ ، أَوْ مَا يَتَرَتَّبُ عَلَى تَرْكِهِ ضَرَرٌ لِلرَّجُلِ وَأَفْتَى بَعْضُهُمْ بِأَنَّهُ لَوْ كَانَ بِهِ عِلَّةٌ لَا يَقْدِرُ مَعَهَا عَلَى الْجِمَاعِ إلَّا مُسْتَلْقِيًا فَسَأَلَهَا أَنْ تَرْكَبَهُ وَتَكُونُ هِيَ الْفَاعِلَةُ لَمْ يَلْزَمْهَا ذَلِكَ وَلَا تَسْقُطُ نَفَقَتُهَا إذَا امْتَنَعَتْ وَفِيهِ نَظَرٌ وَالْأَوْجَهُ خِلَافُهُ حَيْثُ لَا ضَرَرَ عَلَيْهَا فِي ذَلِكَ .

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.