SKRIPSI RUSPANDI AMD BAB I IIQ AL-QOLAM MALANG
SKRIPSI RUSPANDI AMD BAB II
RUSPANDI AMD |
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Masalah
Islam merupakan agama yang sempurna yang
mencakup semua aspek kehidupan, baik yang berhubungan dengan Khaliq atau Pencipta ( حَبْلٌ مِنَ اللهِ ),
atau yang berhubungan dengan sesama manusia ( حَبْلٌ مِنَ النَّاسِ ).
Diantara bentuk kesempurnaannya yaitu islam tidak hanya menjelaskan ibadah yang
manfaatnya dapat dirasakan dirinya sendiri tetapi islam juga mengatur ibadah
yang manfaatnya dapat dirasakan oleh orang lain, seperti hal konsepsi islam
yang mengatur kehidupan. Dengan demikian detail seperti problematika perkawinan
yang diatur secara komprehensif.
Firman Allah dalam al-qur’an.
وَمِنْ اَيَاتِهِ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ اَنْفُسِكُمْ
اَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوْا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً اِنَّ
فِيْ ذَلِكَ لَأَۤيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُوْنِ... (الأية).
Dan diantara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah dia menciptakan istri-istri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan
dijadikannya diantara kamu kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi orang yang berfikir.[1]
Perkawinan menurut
hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan
ghalizhan untuk mentaati perintah allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah.[2]
Perkawinan adalah sah, jika dilakukan menurut hukum islam sesuai
dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.[4]
Pernikahan merupakan suatu hal yang hingga
saat ini masih menjadi kebutuhan dan merupakan suatu hal yang harus selalu
diperhatikan, hal ini demi berlangsungnya kehidupan atau regenerasi demi
menjaga eksistensi dan kelestarian umat manusia. Dan pernikahan juga merupakan
suatu keharusan bagi umat islam sebab ini merupakan sunah Nabi Muhammad
SAW yang jika seseorang tidak mau melakukannya maka mendapat ancaman tidak
diakui sebagai umat Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana disebutkan dalam
hadits.
حَدَّثَنِيْ
اَبُوْ بَكْرِ بْنِ نَافِعٍ الْعَبْدِيُّ. حَدَّثَنَا بَهْزٌ. حَدَّثَنَا
حَـمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ ثَابِتٍ, عَنْ اَنَسٍ, اَنَّ نَفَرًا مِنْ اَصْحَابِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَلُوْا اَزْوَاجَ النَّبِيِّ عَنْ
عَمَلِهِ فِى السِّرِّ ؟ فَقَالَ بَعْضُهُمْ : لَا اَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ.
وَقَالَ بَعْضُهُمْ : لَا اَكُلُ اللَّحْمَ. وَقَالَ بَعْضُهُمْ : لَا اَنَامُ
عَلَى فِرَاشٍ. فَحَمِدَ اللهَ وَاَثْنَى عَلَيْهِ فَقَالَ : (( مَا بَالُ
اَقْوَامٍ قَالُوْا كَذَا وَكَذَا ؟ لَكِنِّيْ اُصَلِّيْ وَاَنَامُ. وَاَصُوْمُ
وَاُفْطِرُ. وَاَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ. فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ )).[5]
Telah menceritakan
kepadaku Abu Bakr Ibn Nȃfi` Al-Abdîy. Telah menceritakan kepadaku Hammad
Ibn Salamah dari Tsabit, dari Anas, bahwa sesungguhnya telah ada segolongan
dari sahabat nabi bertanya kepada istri-istri nabi tentang amal nabi tatkala
sendirian? Diantara mereka ada yang berkata bahwa dia tidak beristri, ada yang
tidak pernah makan daging, ada yang mengatakan tidak tidur memakai alas, lalu
nabi SAW memuji kepada allah dan bersabda : bagaimana mereka sampai seperti itu
? padahal saya shalat dan tidur, saya puasa tapi saya berbuka, saya juga
menikahi para wanita. barang siapa yang tidak suka terhadap sunnahku maka tidak
termasuk dari golonganku.
Sejalan dengan berkembangnya zaman dan
semakin beratnya persaingan tak jarang kita temui pasangan suami istri
berselisih sebab tidak setaranya perekonomian dengan tetangga, terkadang istri
menjadikan kekayaan tetangga sebagai tolak ukur kehidupannya, sehingga istri
sering sekali mendesak suami untuk bisa memiliki harta yang sebanding dengan
tetangganya.
Jika kemauan itu tidak dipenuhi oleh suami,
istri sering melakukan suatu hal yang tiak wajar, baik itu berupa selingkuh
dengan yang lebih kaya yang dapat memenuhi ke-egoan pikirannya ataupun
meminta suami agar menceraikannya. Padahal semua orang islam sudah tau bahwa
talak merupakan suatu hal yang dibenci oleh allah.
Mengenai talak ini para pakar ada yang
mendefinisikan sebagai berikut:
اَلـطَّــلَاقُ لُـغَــةً حَــلُّ الْــقَــيْــدِ.
وَشَـرْعًــا حَـــلُّ عَــقْــدِ الــنِّــكَـاحِ بِــالـلَّــفْـظِ الْآتِـــيْ.
Talak secara
epistemologi ialah lepasnya ikatan, sedangkan secara terminologi, talak ialah
lepasnya ikatan pernikahan dengan menggunakan lafadz-lafadz tertentu.[6]
Hadits
Rasulullah SAW yang menerangkan bahwa talak
atau perceraian itu
adalah perbuatan yang halal
yang dibenci oleh
Allah adalah yang berbunyi:
حَدَّثَنَا
كَثِيرُ بْنُ عُبَيْدٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدٍ عَنْ مُعَرِّفِ بْنِ وَاصِلٍ
عَنْ مُحَارِبِ بْنِ دِثَارٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم-
قَالَ « أَبْغَضُ الْحَلاَلِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى الطَّلاَقُ.[7]
Dari Abdullah ibn Umar bahwa Rasulullah saw
bersabda, Perbuatan halal yang lebih dibenci Allah Azza wa Jalla adalah talak.
Perceraian adalah putusnya suatu
hubungan
suami dan isteri yang
karena
sudah tidak ada lagi kecocokan
satu
sama
lain yang mengakibatkan hubungan mereka tidak lagi memungkinkan tercapainya tujuan perkawinan. Pada
umumnya perceraian dianggap
tidak terpuji
akan tetapi bila keadaan
suami dan isteri
menemui
jalan buntu untuk
mendapatkan
solusi dalam memperbaiki hubungan yang tidak harmonis
antara suami dan isteri, maka memutuskan hubungan suami dan isteri atau
hubungan perkawinan
dengan perceraian
menjadi hal yang
wajib dilakukan
oleh
setiap pasangan
suami dan isteri.
Yang dimaksud dengan talak menurut Pasal 117 Kompilasi
Hukum Islam adalah “Ikrar suami di hadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah
satu
sebab putusnya perkawinan”.
Ini juga diatur dalam Pasal 129
Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi :
Seorang suami yang akan
menjatuhkan
talak kepada isterinya mengajukan
permohonan
baik lisan maupun tulisan kepada
Pengadilan Agama yang bersangkutan yang
mewilayahi tempat tinggal
isteri
dengan alasan serta meminta
agar
diadakan sidang
untuk keperluan
itu”.[8]
Jadi talak yang diakui secara hukum Negara adalah talak yang dilakukan
atau diucapkan oleh suami di Pengadilan
Agama. Dengan demikian, dari penjelasan cerai karena talak
sebagaimana yang dimaksud dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang telah diuraikan di atas bahwa hanya
bisa dilakukan
dan sah secara hukum apabila dilakukan melalui proses sidang di Pengadila Agama.
Berarti, Salah
satu
syarat tersebut adalah
pengucapan
ikrar talak di
depan persidangan sebagai tanda lisan bahwa salah satu pihak telah
teguh pendiriannya dan niatnya untuk mengakhiri hubungan
perkawinannya.
Walaupun dalam konteks fikih klasik tidak
mensyaratkan perceraian atau talak harus di depan sidang Pengadilan, namun
dalam konteks hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia, mengharuskan
perceraian atau talak haruslah di depan sidang Pengadilan. Maka wajib bagi kita
untuk mengikuti apa yang telah menjadi ketentuan pemerintah, karena tujuan
pemerintah membuat sebuah hukum adalah agar tercapainya sebuah keadilan. Adil
dalam artian meletakkan sesuatu sesuai dengan proporsinya.
Namun,
bagi sebagian orang lebih-lebih yang berstatus sebagai santri atau pernah
nyantri di pondok pesantren yang mana disana telah terdoktrin dan semua
literatur fiqih klasik yang dia palajari sudah jelas bahwa, talak itu cukup
dengan mengucapkan lafadz-lafadz talak yang ditujukan kepada istri, kebijakan
yang mengharuskan mengikrarkan talak di depan hakim ini sangatlah menjadi
sesuatu yang seakan sangat mengganjal dipikirannya, bahkan sering kita temukan
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut “mengapa pengadilan mengharuskan
mengikrarkan talak di depan hakim, apakah ada hukum baru atau memang ada imam
iamam madzhab yang mengatakan seperti demikian. mengapa ada perselisihan antara
hukum fiqih klasik dan KHI yang menjadi salah satu pijakan di lembaga
pengadilan agama tersebut .
Suatu
kejadian ada dari teman saya sendiri yang sudah jelas-jelas menjatuhkan talak
kepada istrinya, istrinyapun paham dan tahu dari konsekuensi talak tersebut,
maka diapun menjalani masa iddah selama 3 kali sucian atau sekitar 3 bulan,
namun, ketika mereka ingin mendapatkan legalitas atas talaknya tersebut di
pengadilan agama ternyata talak yang dijatuhkan suami itu tidak disahkan, namun
harus menjatuhkannya di depan saksi dan di sepan hakim pengadilan agama,
Merekapun menjadi bingung, namun apa boleh buat, mereka hanya bisa memenuhi
persyaratan itu untuk mendapatkan surat legalitas talaknya tersebut, yaitu
dengan mengikrarkan talaknya di depan saksi dan hakim.
Yang
kedua adalah, kejadian yang dialami kami sendiri, yaitu waktu melakukan
Praktikum Peradilan Agama (PPA) di Pengadilan Agama kecamatan Kepanjen,
kabupaten Malang, propinsi Jawa Timur, waktu itu kami sedang berkumpul dengan
bapak Hakim Pamong sambil berbagi pengetahuan tentang ilmu yang ada di kantor
PA tersebut, lalu diantara kami ada yang bertanya seperti ini kepada Hakim
pamong tersebut, “bagaimana cara kami sebagai santri untuk menanngapi kebijakan
pengadilan agama yang tidak mengesahkan talak yang dijatuhkan bukan di depan
Hakim atau Pengadilan?”. Ternyata, Jawaban yang kami dapatkan dari bapak Hakim
pamong itu tidak dapat memuaskan pikiran kami dan justru menimbulkan
kebingungan.
Dengan
adanya pertanyaan-pertanyaan dan realita yang membingungkan banyak orang ini
menjadi pendorong bagi kami untuk mengangkat penelitian yang berjudul “Analisis
Hukum Saksi Talak Perspektif Imam Ibn Hazm dan Imam Syafi`i”, sebab diantara salah satu penyebab
perbedaan konsep talak antara KHI dan Hukum islam ialah faktor pendapat dari
imam ibn Hazm, supaya nantinya dapat dipahami masalah penyebab adanya perbedaan
konsep dalam menjatuhkan talak antara KHI dan Hukum islam, dengan harapan bisa
memberikan kontribusi pengetahuan baru yang bisa menghilangkan kebingungan
ketika dihadapkan pada permasalahan seperti tersebut di atas.
A.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas kami ambil satu rumusan masalah
yang nantinya akan kami jadikan sebagai acuan penelitian ini. Rumusan masalah
tersebut ialah:
Bagaimana hukum saksi talak perspektif imam ibn Hazm
dan imam Syafi`i?
B.
Tujuan Penelitian
Melihat pada kebingungan masyarakat dalam
menanggapi perbedaan konsep talak, pada penelitian kali ini penulis mempunya
tujuan sebagai berikut.
Untuk mengetahui hukum saksi talak antara imam ibn Hazm dan imam Syafi`i.
C.
Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat yang bisa diambil dari
penelitian ini adalah:
1.
Bagi penulis, dapat menambah wawasan yang
selanjutnya bisa untuk dijadikan pedoman demi mengatasi kebingungan dalam
menanggapi keharusan adanya saksi talak
yang berlaku di negara Indonesia.
2.
Bagi pembaca, bisa dijadikan acuan untuk
perolehan yang lebih baik saat melakukan
penelitian yang lebih mendalam.
3.
Bagi penegak hukum, dapat dijadikan suatu
kontribusi pemikiran yang sekiranya bisa untuk diperhitungkan demi pengambilan
kebijakan yang lebih akurat.
D.
Penelitian Terdahulu
Untuk mengetahui kelebihan, persamaan dan
perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang lain yang sudah ada sebelumnya
peneliti perlu membuat tabel untuk menyajikan ini.
Tabel 1.1 : Penelitian terdahulu
No
|
Nama
|
Judul
|
Persamaan
|
Perbedaan
|
Original Peneliti
|
1
|
Miftahurrochmah
tahun 1994
|
Beberapa masalah
cerai talak yang dijatuhkan di luar sidang pengadilan menurut hukum islam dan
undang undang perkawinan
|
Beberapa masalah
cerai talak yang dijatuhkan di luar sidang pengadilan menurut hukum islam dan
undang undang perkawinan. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan
oleh peneliti kali ini ialah sama-sama membahas masalah cerai yang dijatuhkan
di luar pengadilan.
|
Beberapa masalah
cerai talak yang dijatuhkan di luar sidang pengadilan menurut hukum islam dan
undang undang perkawinan. Ini jelas berbeda dengan penelitian yang akan kami
lakukan, yaitu pada titik pembahasan yang kami titik beratkan atau kami
fokuskan ialah tentang penyebab perbedaan konsep talak biasa (bukan talak
yang dita`liq ataupun yang lain) yaitu dalam hal penetapan saksi
|
Analisi Hukum Saksi Talak Perspektif Imam
Ibn Hazm dan Imam Syafi`
|
2
|
Eko Pratama Putra
tahun 2010
|
Problematika
talak di luar pengadilan bagi masyarakat di wilayah Tigaraksa
|
Problematika
talak di luar pengadilan bagi masyarakat di wilayah Tigaraksa. Persamaan
dengan penelitian kami kali ini ialah sama-sama menyinggung talak yang
dijatuhkan di luar pengadilan agama
|
Problematika
talak di luar pengadilan bagi masyarakat di wilayah Tigaraksa. ini menitik
beratkan pada pembahasan dampak positif atau negatif dari tidak menyaksikannya
atu mengikrarkannya sebuah talak.
|
|
3
|
Arif Nur Hakim
tahun 2012
|
Tinjauan
maslahah mursalah tentang keharusan
ikrar talak.
|
Problematika
talak di luar pengadilan bagi masyarakat di wilayah Tigaraksa, persamaan
dengan pembahasan yang akan dilakukan oleh peneliti kali ini ialah mengenai
talak yang dilakukan di luar pengadilan, atau tidak di depan hakim
|
Peneliti ini
membahas tentang maslahat atau keuntungan dari mengikrarkan talak dan juga
membahas tentang dampak negatif dari tidak mengikrarkan talak. Sedangkan
peneliti lebih fokus terhadap pembahasan isthinbathu al-hukmi masalah saksi
dalam talak yang dijadikan konsep talak
|
|
4
|
Muhammad Dhohri
tahun 2015
|
Talak di luar
pengadilan perspektif ulama buntet pesantren cirebon
|
Talak di luar
pengadilan perspektif ulama buntet pesantren cirebon. Ini sama-sama
menyinggung tentang talak yang dilakukan di luar pengadilan
|
Penelitian ini
lebih menitik beratkan terhadap nikah yang tidak diikrarkan di depan hakim.
Sedangkan peneliti lebih fokus terhadap pembahasan dasar atas ketentuan hukum
keharusan adanya saksi talak yang dijadikan konsep talak
|
|
5
|
Muhammad Izzi
tahun 2017
|
Studi komparatif
antara imam Ibn Hazm dan imam Syafi`i mengenai hukum ta`liq talak
|
Studi komparatif
antara imam Ibn Hazm dan imam Syafi`i mengenai hukum ta`liq talak, ini
membahas tentang perbedaan pendapat masalah sah atau tidaknya jika talak
masih memakai atau menggunakan sighat ta`lik (digantungkan pada sesuatu).
Persamaannya dengan judul yang diangkat peneliti kali ini ialah dalam segi
pembahasannya mengenai talak
|
Study komparasi
mengenai konsep talak menurut KHI dan hukum islam (perspektif imam Ibn Hazm
dan imam Syafi`i). fokus pada talak yang tanpa menggunakan sighat ta`liq,
jadi di antara dua penelitian ini jelas berbeda dalam segi fokus pembahasannya.
penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti kali ini ialah tertuju pada
talak yang biasa bukan yang dita`liq, baik yang dita`liq dengan sumpah,
syarat ataupun sejenisnya.
|
Pada keterangan tabel di atas dapat
kita simpulkan bahwa, meskipun ada kesamaan antara beberapa penelitian
terdahulu dengan judul yang akan saya angkat akan tetapi dalam sistematika atau
fokus pembahasannya sangat jelas perbedaannya, judul yang akan kami angkat, Analisi Hukum Saksi Talak Perspektif Imam Ibn
Hazm dan Imam Syafi`i, ini masih terbilang langka padahal dalam masalah talak sudah
sering terjadi permasalahan, maka dari itu saya terdorong untuk mengangkat
judul tersebut di atas.
E.
kajian
Teori
1.
Analisis
Analaisa berasal dari kata yunani kuno “Analisis”
yang berarti melepaskan. Analisis terbentuk dari dua suku kata yaitu “Ana”
yang berarti kembali dan “Luein” yang berarti melepas. Sehingga
pengertin analisa yaitu suatu usaha dalam mengamati secara detail pada suatu
hal atau benda dengan cara menguraikan komponen-komponen tersebut untuk dikaji
lebih lanjut.
Kata analisa atau analisis banyak digunakan
dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan baik ilmu bahasa, alam dan ilmu sosial.
Sesungguhnya semua bisa dianalisa hanya saja cara dan metode analisanya
berbeda-beda pada tiap bagian kehidupan. Untuk mengkaji suatu permasalahan
dikenal dengan suatu metode yang disebut dengan metode ilmiah.
Menurut Gorys Keraf, “Analisa” adalah sebuah
proses untuk memecahkan suatu kedalam bagian-bagian yang saling berkaitan satu
sama lainya. Sedangkan menurut Komaruddin mengatakan bahwa, “Analisa” merupakan suatu kegiatan berfikir untuk
menguraikan suatu keselurahan menjadi komponen sehingga dapat mengenal
tanda-tanda dari setiap komponen, hubungan satu sama lain dan fungsi
masin-masing dalam suatu keseluruhan yang terpadu.
2.
Pengertian hukum
Hukum yang dimaksud di sini adalah hukum
syara`, tentang pengertiannya ulama’ fiqih telah memberikan definisi sebagai
berikut:
الحكم
الشرعي: يُعرّف علماء أصول الفقه الحكم
الشرعي بأنّه خطاب الله عز وجل المرتبط بأفعال المكلفين اقتضاءً أو تخييراً أو
وضعاً، أي أنَّه ما اقتضى الشرع وأمر بفعله أو تركه، أو تخيير الإنسان بين الفعل
والترك بدون وقوعه في المحرم والمكروه، وهو من الأحكام التكليفية المهمة بحسب ما
جاء في أقسام خطاب التكليف والأحكام
الوضعية في خطاب الوضع، أمَّا معنى شرع فهو ما شرعه الله عز وجل على لسان النبي من
الأحكام الشرعية.
Hukum syari`at: ulama’ usul fiqih mendevinisikan hukum syar`i bahwasanya
ialah perintah alloh yang berhubungan atau berkenaan dengan kegiatan
orang-orang mukallaf, baik secara persyaratan atau tuntutan, boleh memilih atau menyeleksi
dan status perseorangan. Artinya, itu adalah suatu keharusan dari Syariah dan
diperintahkan untuk dilakukan atau ditinggalkan Atau member pilihan pada
manusia antara melakukan dan meninggalkan tanpa menyebabkannya terjerumus pada
keharaman dan yang dibenci, itu merupakan mandat penting dengan menilai suatu
yang ada dalam bagian-bagian khithab taklif dan hukum-hukum wadl`iyah dalam khithab wadl`i. Sedangkan
makna hukum secara syara` ialah: sesuatu yang disyari`atkan allah melalui lisan
nabinya dari beberapa hukum syari`at.[9]
3.
Pengertian saksi
Arti kesaksian menurut bahasa merupakan terjemah dari bahasa arab yang berasal dari kata شَهِدَ يَشْهَدُ شَهَادَةً yang berarti berita yang pasti. Akan tetapi, berbicara soal saksi
dalam kitab fiqh cenderung
mendefinisikan dengan istilah kesaksian yang di
ambil dari kata مُشَاهَدَةٌ yang artinya melihat dengan mata kepala, karena lafadz (orang yang menyaksikan)itu
memberitahukan
tentang
apa yang disaksikan dan dilihatnya.
Maknanya ialah pemberitahuan seseorang tentang apa yang dia ketahui dengan lafadz “aku menyaksikan atau aku telah menyaksikannya”.
Saksi disebut juga dengan
شَاهِدٌ (saksi lelaki) atau شَاهِدَةٌ (saksi perempuan) bentuk jamaknya adalah شُهَدَاءُ terambil dari kata مُشَاهَدَةٌ yang artinya adalah
menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Jadi yang dimaksud saksi adalah manusia
hidup. Alat bukti saksi, dalam hukum acara perdata Islam di kenal juga dengan
sebutan اَلشَّهَادَةُ, dalam “Kamus
Arab-Indonesia Terlengkap” karangan Ahmad
Warson Munawwir, kata اَلشَّهَادَةُ mempunyai arti sama dengan اَلْبَيِّنَةُ yang artinya Bukti.[10]
4.
Talak
Talak, sebagaimana yang telah di definisikan
oleh mushannif, ialah sebagai berikut:
اَلطَّلَاقُ لُغَةً حَلُّ الْقَيْدِ. وَشَرْعًا
حَلُّ عَقْدِ النِّكَاحِ بِاللَّفْظِ الْآتِيْ.
Talak secara
epistemologi ialah lepasnya ikatan, sedangkan secara terminologi, talak ialah
lepasnya ikatan pernikahan dengan menggunakan lafadz-lafadz tertentu.[11]
Istilah lain dari talak adalah “Furqah‟ yang berarti bercerai, yang
merupakan lawan kata dari berkumpul. Perkataan Talak dan Furqah
mempunyai pengertian umum dan khusus. Dalam arti umum berarti segala macam
bentuk perceraian yang dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim. Sedangkan dalam arti khusus ialah perceraian
yang dijatuhkan oleh pihak suami.
F.
Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipilih dalam penelitian
ini adalah
penelitian kepustakaan (library Research). Jenis penelitian ini bertujuan
untuk mengumpulkan data dan informasi serta pengetahuan tentang hukum saksi talak perspektif imam ibn Hazm
dan imam Syafi`i dengan bantuan bermacam-macam materi yang
terdapat di perpustakaan,
seperti;
buku-buku,
majalah, dokumen,
catatan, kisah-kisah sejarah dan wawancara serta lain-lainya.
2. Pendekatan
Dalam rangka
menemukan jawaban terhadap penelitian mengenai
analisis hukum saksi talak perspektif
imam ibn Hazm dan imam Syafi`i, maka
dalam penelitian ini kami menggunakan pendekatan deskriptif
kualitatif.
Penelitian ini berupa
telaah yang
dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang
pada dasarnya
bertumpu
pada penelaahan kritis
dan mendalam terhadap bahan-bahan
pustaka yang relevan. Telaah pustaka seperti ini biasanya dilakukan dengan
mengumpulkan data informasi dari beberapa sumber data yang kemudian di
elaborasi untuk mendapatkan pencapaian pada tujuan dari sebuah penelitian.
Dengan demikian diharapkan
menemukan nuansa baru dalam fiqih Islam,
yaitu dengan cara menganalisi dan mengembangkan pendapat yang sudah ada.
3. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian
ini sesuai dengan jenis penggolongannya ke dalam penelitian
perpustakaan (library research),
maka sudah dapat
dipastikan bahwa data-data yang
dibutuhkan adalah dokumen, yang
berupa data-data yang diperoleh dari
perpustakaan melalui
penelusuran terhadap buku-buku
literatur, baik yang bersifat
Primer ataupun yang bersifat Sekunder.
a) Sumber primer dalam penelitian ini adalah kitab-kitab yang memuat
pendapat mengenai hukum saksi talak perspektif imam Ibn Hazm, ialah kitab, al-Muhalla bi al-Atsar,
karangan imam ibn Hazm, dan karangan Imam ibn Hazm yang lain yang memuat
masalah fiqih. dan karangan Imam Syafi`I, seperti kitab Al-Um dan karangan Imam
Syafi`I yang lain yang memuat masalah fiqih.
b) Sumber skunder, untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih
mendalam dan luas (komprehensif), maka kami juga menggunakan sumber skunder
yang berasal dari kitab-kitab fiqih baik klasik, kontemporer ataupun
literatur-literatur lain yang memiliki kaitan terhadap topik pembahasan yang
sedang peneliti telaah. Sumber sekunder dalam hal ini difungsikan sebagai
pelengkap terhadap sumber primer yang telah ada, Seperti jurnal, artikel,
internet dan lain-lain.
4. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
Teknik pengumpulan data ini
dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data dari berbagai
sumber yang telah ditentukan, baik sumber primer maupun sekunder, yaitu dengan
cara menghimpun beberapa pendapat ulama yang telah terkodifikasi dalam fiqih
Islam mengenai talak serta penjelasan talak dalam al-Quran dan hadits. Peneliti
dapat meneliti ini dengan cara menelusuri berbagai literatur yang sudah ada,
baik yang berbahasa Arab, ataupun literatur yang berbahasa Indonesia.
Setelah beberapa data-data terkumpul,
langkah selanjutnya adalah melakukan
elaborasi (penggarapan secara tekun dan cermat) atau pengolahan terhadap
data-data tersebut dengan cara menelaah kembali relevansinya dengan topik yang
dijadikan sebagai objek penelitian, yang dalam hal ini adalah mengenai “Analisis
Hukum Saksi Talak Perspektif Imam ibn Hazm dan imam Syafi`i”.
G.
Sistematika Pembahasan
Demi mendapatkan kemudahan dalam memperoleh
gambaran dalam melakukan penelitian ini, peneliti perlu mencantumkan
sistematika pembahasan sebagai berikut:
(Baba I), Berisi Pendahuluan Yang Memuat:
A) Latar Belakang, B) Rumusan Masalah, C)
Tujuan Penelitian, D) Manfaat Penelitian, E) Penelitian Terdahulu, F) Kaijan
Teori, G) Metode Penelitian, H) Sistematika Pembahasan.
(BAB II), Analisis hukum saksi talak
perspektif imam ibn Hazm dan imam Syafi`i, meliputi:
A) Riwayat hidup imam ibn Hazm dan imam
Syafi`i, B) Pendidikan imam ibn Hazm dan imam Syafi`i, C) Guru-guru dan
murid-murid imam ibn Hazm dan imam Syafi`i, D) Karya-karya imam ibn Hazm dan
imam Syafi`i.
(BAB III), Tinjauan global mengenai saksi talak, meliputi:
A)
Pengertian
saksi. B) Rukun dan Syarat Saksi. C) Landasan hukum saksi talak.
(BAB
IV), Pandangan imam ibn Hazm dan imam Syafi`i mengenai saksi talak, meliputi:
A) Pendapat para ulama tentang saksi talak, B) Pendapat Imam ibn Hazm dan Imam Syafi`i mengenai kedudukan saksi talak.
(BAB V), Meliputi:
A) Kesimpulan, B) Saran.
Daftar Pustaka
[2] H. Abdurrahman, SH. MH, Kompilasi Hukum Islam Indonesia, cetakan
IV (Bekasi Timur: CV Akademika Pressindo, 2015), halaman 114.
[3] Ibid.
[5] Imam Abi al-Husain Muslim Ibn al-Hajjȃj
al-Qusyairiy al-Naysȃburiy, Shahîh Muslim, Juz II, cetakan
X (Bairut: Dȃr Al-Kutub Al-`Ilmiyyah, 1971), halaman 150.
[6] Al-sayyid abu bakr, Muhammad Syatha
al-dimyati al-Mishriy, I’anah al-thalibin, juz IV, cetakan (t,t,). (Surabaya: al-Haramain, 2007), halaman II.
[8] H. Abdurrahman, SH. MH, Kompilasi Hukum Islam Indonesia,
cetakan IV (Bekasi Timur: CV Akademika Pressindo, 2015), halaman 143.
[9] Dr. Sa`id ibn Abdillah al-Humaid, “mawqi` al-afaq
al-syari`ah” http://www.alukah.net/sharia. diakses pada tanggal 01 juni, 2018.
[10] Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir, cetakan 14 (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), halaman 747.
[11] Al-sayyid abu bakr, Muhammad Syatha
al-dimyati al-Mishriy, I’anah al-thalibin, juz IV, cetakan (t,t,). (Surabaya: al-Haramain, 2007), halaman II.
Tidak ada komentar