SKRIPSI RUSPANDI AMD BAB 1

ANALISIS HUKUM SAKSI TALAK

PERSPEKTIF IMAM IBN HAZM DAN IMAM SYAFI`I


RUSPANDI AMD
RUSPANDI AMD


SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum (SH)


Oleh:
RUSPANDI
NPM/NIM: 20140840203069
NIRM: 2014.4.084.0203.000799




PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH (AS)
FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM AL-QOLAM (IIQ)
GONDANGLEGI MALANG
2018

BAB I
PENDAHULUAN

1.    Latar Belakang Masalah

Islam merupakan agama yang sempurna yang mencakup semua aspek kehidupan, baik yang berhubungan dengan Khaliq  atau Pencipta ( حَبْلٌ مِنَ اللهِ ), atau yang berhubungan dengan sesama manusia ( حَبْلٌ مِنَ النَّاسِ ). Diantara bentuk kesempurnaannya yaitu islam tidak hanya menjelaskan ibadah yang manfaatnya dapat dirasakan dirinya sendiri tetapi islam juga mengatur ibadah yang manfaatnya dapat dirasakan oleh orang lain, seperti hal konsepsi islam yang mengatur kehidupan. Dengan demikian detail seperti problematika perkawinan yang diatur secara komprehensif.
Firman allah dalam al-qur’an.

وَمِنْ اَيَاتِهِ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوْا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً اِنَّ فِيْ ذَلِكَ لَأَۤيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُوْنِ... (الأية).

Dan diantara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah dia menciptakan istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikannya diantara kamu kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang yang berfikir.

Yang dikehendaki oleh norma hukum adalah partisipasi dari masyarakat melalui tindakan-tindakannya. Jika suatu masyarakat sudah semakin komplit maka kebutuhan masyarakat dan kepentingan-kepentingannya-pun juga akan semakin beraneka ragam, dengan demikian, adanya undang-undang dapat dikatakan sebagai suatu penghambat atau pengekang bagi keaneka-ragaman kepentingan-kepentingan tersebut.
Perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat ( مِـيْــثَــاقًــا غَـلِـــيْـظًـا ) untuk mentaati perintah allah dan melaksanakannya merupakan suatu ibadah. Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah.  Perkawinan sah jika dilakukan menurut hukum islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
Pernikahan merupakan suatu hal yang hingga saat ini masih menjadi kebutuhan dan merupakan suatu hal yang harus selalu diperhatikan, hal ini demi berlangsungnya kehidupan atau regenerasi demi menjaga eksistensi dan kelestarian umat manusia. Dan pernikahan juga merupakan suatu keharusan bagi umat islam sebab ini merupakan sunah nabi SAW yang jika seseorang tidak mau melakukannya maka mendapat ancaman tidak diakui sebagai umat nabi Muhammad SAW. Sebagaimana disebutkan dalam hadits.

حَدَّثَنِيْ اَبُوْ بَكْرِ بْنِ نَافِعٍ الْعَبْدِيُّ. حَدَّثَنَا بَهْزٌ. حَدَّثَنَا حَـمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ ثَابِتٍ, عَنْ اَنَسٍ, اَنَّ نَفَرًا مِنْ اَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَلُوْا اَزْوَاجَ النَّبِيِّ عَنْ عَمَلِهِ فِى السِّرِّ ؟ فَقَالَ بَعْضُهُمْ : لَا اَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ. وَقَالَ بَعْضُهُمْ : لَا اَكُلُ اللَّحْمَ. وَقَالَ بَعْضُهُمْ : لَا اَنَامُ عَلَى فِرَاشٍ. فَحَمِدَ اللهَ وَاَثْنَى عَلَيْهِ فَقَالَ : (( مَا بَالُ اَقْوَامٍ قَالُوْا كَذَا وَكَذَا ؟ لَكِنِّيْ اُصَلِّيْ وَاَنَامُ. وَاَصُوْمُ وَاُفْطِرُ. وَاَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ. فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ )).

Telah menceritakan kepadaku Abu Bakr Ibn Nȃfi` Al-Abdîy. Telah menceritakan kepadaku Hammad Ibn Salamah dari Tsabit, dari Anas, bahwa sesungguhnya telah ada segolongan dari sahabat nabi bertanya kepada istri-istri nabi tentang amal nabi tatkala sendirian? Diantara mereka ada yang berkata bahwa dia tidak beristri, ada yang tidak pernah makan daging, ada yang mengatakan tidak tidur memakai alas, lalu nabi SAW memuji kepada allah dan bersabda : bagaimana mereka sampai seperti itu ? padahal saya shalat dan tidur, saya puasa tapi saya berbuka, saya juga menikahi para wanita. barang siapa yang tidak suka terhadap sunnahku maka tidak termasuk dari golonganku.

Sejalan dengan berkembangnya zaman dan semakin beratnya persaingan tak jarang kita temui pasangan suami istri berselisih sebab tidak setaranya perekonomian dengan tetangga, terkadang istri menjadikan kekayaan tetangga sebagai tolak ukur kehidupannya, sehingga istri sering sekali mendesak suami untuk bisa memiliki harta yang sebanding dengan tetangganya.
Jika kemauan itu tidak dipenuhi oleh suami, istri sering melakukan suatu hal yang tiak wajar, baik itu berupa selingkuh dengan yang lebih kaya yang dapat memenuhi keegoan pikirannya ataupun meminta suami agar menceraikannya. Padahal semua orang islam sudah tau bahwa talak merupakan suatu hal yang dibenci oleh allah.
Mengenai talak ini para pakar ada yang mendefinisikan sebagai berikut:

اَلـطَّــلَاقُ لُـغَــةً حَــلُّ الْــقَــيْــدِ. وَشَـرْعًــا حَـــلُّ عَــقْــدِ الــنِّــكَـاحِ بِــالـلَّــفْـظِ الْآتِـــيْ.
Talak secara epistemologi ialah lepasnya ikatan, sedangkan secara terminologi, talak ialah lepasnya ikatan pernikahan dengan menggunakan lafadz-lafadz tertentu.

Hadits   Rasulullah   SAW   yang menerangkan bahwa   talak   atau   perceraian  itu  adalah perbuatan  yang  halal  yang  dibenci  oleh  Allah  adalah yang berbunyi:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَـيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ, اِنَّ اَبْغَضَ الْـحَــلَالِ عِنْدَ اللهِ الطَّــلَاقُ, رواه ابو داو وابن ماجه والحاكم وصححه.
Dari ibn Umar bahwa Rasulullah saw bersabda, Perbuatan halal yang sangat dibenci oleh Allah Azza wa Jalla adalah talak.

Perceraian adalah putusnya suatu hubungan suami dan isteri yang karena   sudah tidak ada lagi kecocokan satu sama lain yang mengakibatkan hubungan mereka  tidak lagi memungkinkan tercapainya tujuan perkawinan. Pada umumnya perceraian dianggap tidak terpuji akan tetapi bila keadaan suami dan isteri menemui jalan buntu untuk mendapatkan solusi dalam memperbaiki hubungan yang tidak harmonis antara suami dan isteri, maka memutuskan hubungan suami dan isteri atau hubungan perkawinan dengan perceraian menjadi hal yang wajib dilakukan oleh setiap pasangan suami dan isteri.
Yang dimaksud dengan talak menurut Pasal 117 Kompilasi Hukum Islam adalah “Ikrar suami di hadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan”. Ini juga diatur dalam Pasal 129 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi : “Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada isterinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tulisan kepada Pengadilan Agama yang bersangkutan yang mewilayahi tempat tinggal isteri dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu”.
Jadi talak yang diakui secara hukum Negara adalah talak yang dilakukan atau diucapkan oleh suami di Pengadilan Agama. Dengan demikian, dari penjelasan cerai karena talak sebagaimana yang dimaksud dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang telah diuraikan di atas bahwa hanya bisa dilakukan dan sah secara hukum apabila dilakukan melalui proses sidang di Pengadila Agama.
Berarti, Salah satu syarat tersebut adalah pengucapan ikrar talak di depan persidangan sebagai tanda lisan bahwa salah satu pihak  telah teguh pendiriannya dan niatnya untuk mengakhiri hubungan perkawinannya.
Walaupun dalam konteks fikih klasik tidak mensyaratkan perceraian atau talak harus di depan sidang Pengadilan, namun dalam konteks hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia, mengharuskan perceraian atau talak haruslah di depan sidang Pengadilan. Maka wajib bagi kita untuk mengikuti apa yang telah menjadi ketentuan pemerintah, karena tujuan pemerintah membuat sebuah hukum adalah agar tercapainya sebuah keadilan. Adil dalam artian meletakkan sesuatu sesuai dengan proporsinya.
Namun, bagi sebagian orang lebih-lebih orang tersebut adalah yang berstatus santri atau pernah nyantri di sebuah pondok pesantren yang mana disana telah terdoktrin dan semua literatur fiqih klasik yang dia palajari sudah jelas bahwa, talak itu cukup dengan mengucapkan lafadz-lafadz talak yang ditujukan kepada istri, kebijakan yang mengharuskan mengikrarkan talak di depan hakim ini sangatlah menjadi sesuatu yang seakan sangat mengganjal dipikirannya, bahkan sering kita temukan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut “mengapa pengadilan mengharuskan mengikrarkan talak di depan hakim, apakah ada hukum baru atau memang ada imam iamam madzhab yang mengatakan seperti demikian. mengapa ada perselisihan antara hukum fiqih klasik dan KHI yang menjadi salah satu pijakan di lembaga pengadilan agama tersebut .
Suatu kejadian ada dari teman saya sendiri yang sudah tegas-tegas menjatuhkan talak kepada istrinya, istrinyapun paham dan tahu dari konsekuensi talak tersebut, maka diapun menjalani masa iddah selama 3 kali sucian atau sekitar 3 bulan, namun, ketika mereka ingin mendapatkan legalitas atas talaknya tersebut di pengadilan agama ternyata talak yang dijatuhkan suami itu tidak disahkan, namun harus menjatuhkannya di depan saksi dan di sepan hakim pengadilan agama, Merekapun menjadi bingung, namun apa boleh buat, mereka hanya bisa memenuhi persyaratan itu untuk mendapatkan surat legalitas talaknya tersebut, yaitu dengan mengikrarkan talaknya di depan saksi dan hakim.
Yang kedua adalah kejadian yang dialami kami sendiri, yaitu waktu melakukan Praktikum Peradilan Agama (PPA) di Kepanjen, Malang, Jawa Timur, waktu itu kami sedang berkumpul dengan Hakim pamong sambil sharing-sharing tentang sesuatu yang ada di PA tersebut, lalu diantara kami ada yang bertanya kepada Hakim pamong tersebut, “bagaimana cara kami sebagai santri untuk menanngapi kebijakan pengadilan agama yang tidak mengesahkan talak yang dijatuhkan bukan di depan Hakim atau pengadilan?”. Ternyata, Jawaban yang kami dapatkan dari bapak Hakim pamong itu tidak dapat memuaskan pikiran kami dan justru menimbulkan kebingungan.
Dengan adanya pertanyaan-pertanyaan dan realita yang membingungkan banyak orang ini menjadi pendorong bagi kami untuk mengangkat penelitian yang berjudul “Analisis Hukum Saksi Talak Perspektif Imam Ibn Hazm Dan Imam Syafi`i”, sebab diantara salah satu penyebab perbedaan konsep talak antara KHI dan Hukum islam ialah faktor pendapat dari imam ibn Hazm, supaya nantinya dapat dipahami masalah penyebab adanya perbedaan konsep dalam menjatuhkan talak antara KHI dan Hukum islam, dengan harapan bisa memberikan kontribusi pengetahuan baru yang bisa menghilangkan kebingungan ketika dihadapkan kepada permasalahan seperti tersebut di atas.

A.    Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas kami ambil satu rumusan masalah yang nantinya akan kami jadikan sebagai acuan penelitian ini. Rumusan masalah tersebut ialah:
1.    Bagaimana Hukum Saksi talak perspektif imam ibn Hazm dan imam Syafi`i ?

B.    Tujuan Penelitian
Melihat pada kebingungan masyarakat dalam menanggapi perbedaan konsep talak, pada penelitian kali ini penulis mempunya tujuan sebagai berikut.
1)    Untuk mengetahui penyebab terjadinya perbedaan hukum saksi talak antara imam ibn Hazm dan imam Syaf`i.
2)    Untuk mengetahui dasar pengambilan hukum di indonesia yang mengharuskan adanya saksi talak.

C.    Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini adalah:
1.    Bagi penulis, dapat menambah wawasan yang selanjutnya bisa untuk dijadikan pedoman demi mengatasi kebingungan dalam menanggapi keharusan adanya saksi  talak yang berlaku di negara Indonesia.
2.    Bagi pembaca, bisa dijadikan acuan untuk perolehan yang lebih baik saat melakukan  penelitian yang lebih mendalam.
3.    Bagi penegak hukum, dapat dijadikan suatu kontribusi pemikiran yang sekiranya bisa untuk diperhitungkan demi pengambilan kebijakan yang lebih akurat.

D.    Penelitian Terdahulu
Untuk mengetahui kelebihan, persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang lain yang sudah ada sebelumnya peneliti perlu membuat tabel untuk menyajikan ini.

Tabel 1.1 : Penelitian terdahulu
No    Nama Peneliti    Judul    Persamaan    Perbedaan    Original Peneliti
1    Muhammad Izzi tahun 2017    Studi komparatif antara imam Ibn Hazm dan imam Syafi`i mengenai hukum ta`liq talak.    Studi komparatif antara imam Ibn Hazm dan imam Syafi`i mengenai hukum ta`liq talak, ini membahas tentang perbedaan pendapat masalah sah atau tidaknya jika talak masih memakai atau menggunakan sighat ta`lik (digantungkan pada sesuatu). Persamaannya dengan judul yang diangkat peneliti kali ini ialah dalam segi pembahasannya mengenai talak.     Study komparasi mengenai konsep talak menurut KHI dan hukum islam (perspektif imam Ibn Hazm dan imam Syafi`i). fokus pada talak yang tanpa menggunakan sighat ta`liq, jadi di antara dua penelitian ini jelas berbeda dalam segi fokus pembahasannya. penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti kali ini ialah tertuju pada talak yang biasa bukan yang dita`liq, baik yang dita`liq dengan sumpah, syarat ataupun sejenisnya.
    Analisis Hukum Saksi Talak Perspektif imam Ibn Hazm dan imam Syafi`i.

2    Muhammad Dhohri tahun 2015    Talak di luar pengadilan perspektif ulama buntet pesantren cirebon.
    Talak di luar pengadilan perspektif ulama buntet pesantren cirebon. Ini sama-sama menyinggung tentang talak yang dilakukan di luar pengadilan.    Penelitian ini lebih menitik beratkan terhadap nikah yang tidak diikrarkan di depan hakim. Sedangkan peneliti lebih fokus terhadap pembahasan dasar atas ketentuan hukum keharusan adanya saksi talak yang dijadikan konsep talak.   
3    Arif Nur Hakim tahun 2012    Tinjauan maslahah  mursalah tentang keharusan ikrar talak.    Problematika talak di luar pengadilan bagi masyarakat di wilayah Tigaraksa, persamaan dengan pembahasan yang akan dilakukan oleh peneliti kali ini ialah mengenai talak yang dilakukan di luar pengadilan, atau tidak di depan hakim.    Peneliti ini membahas tentang maslahat atau keuntungan dari mengikrarkan talak dan juga membahas tentang dampak negatif dari tidak mengikrarkan talak. Sedangkan peneliti lebih fokus terhadap pembahasan isthinbathu al-hukmi masalah saksi dalam talak yang dijadikan konsep talak.
   
4    Eko Pratama Putra tahun 2010    Problematika talak di luar pengadilan bagi masyarakat di wilayah Tigaraksa.    Problematika talak di luar pengadilan bagi masyarakat di wilayah Tigaraksa. Persamaan dengan penelitian kami kali ini ialah sama-sama menyinggung talak yang dijatuhkan di luar pengadilan agama.    Problematika talak di luar pengadilan bagi masyarakat di wilayah Tigaraksa. ini menitik beratkan pada pembahasan dampak positif atau negatif dari tidak menyaksiakan atau mengikrarkannya sebuah talak.   
5    Miftahurrochmah tahun 1994
    Beberapa masalah cerai talak yang dijatuhkan di luar sidang pengadilan menurut hukum islam dan undang undang perkawinan.    Beberapa masalah cerai talak yang dijatuhkan di luar sidang pengadilan menurut hukum islam dan undang undang perkawinan. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti kali ini ialah sama-sama membahas masalah cerai yang dijatuhkan di luar pengadilan.    Beberapa masalah cerai talak yang dijatuhkan di luar sidang pengadilan menurut hukum islam dan undang undang perkawinan. Ini jelas berbeda dengan penelitian yang akan kami lakukan, yaitu pada titik pembahasan yang kami titik beratkan atau kami fokuskan ialah tentang penyebab perbedaan konsep talak biasa (bukan talak yang dita`liq ataupun yang lain) yaitu dalam hal penetapan saksi.   
                   

Pada keterangan tabel di atas dapat kita simpulkan bahwa, meskipun ada kesamaan antara beberapa penelitian terdahulu dengan judul yang akan saya angkat akan tetapi dalam sistematika atau fokus pembahasannya sangat jelas perbedaannya, judul yang akan kami angkat, Analisi Hukum Saksi Talak Perspektif Imam Ibn Hazm dan Imam Syafi`i, ini masih terbilang langka padahal kebingungan dalam masalah talak sudah sering terjadi, maka dari itu saya terdorong untuk mengangkat judul tersebut di atas.

E.     kajian Teori
1.    Analisis
Analaisa berasal dari kata yunani kuno “Analisis” yang berarti melepaskan. Analisis terbentuk dari dua suku kata yaitu “Ana” yang berarti kembali dan “Luein” yang berarti melepas. Sehingga pengertin analisa yaitu suatu usaha dalam mengamati secara detail pada suatu hal atau benda dengan cara menguraikan komponen-komponen tersebut untuk dikaji lebih lanjut.
Kata analisa atau analisis banyak digunakan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan baik ilmu bahasa, alam dan ilmu sosial. Sesungguhnya semua bisa dianalisa hanya saja cara dan metode analisanya berbeda-beda pada tiap bagian kehidupan. Untuk mengkaji suatu permasalahan dikenal dengan suatu metode yang disebut dengan metode ilmiah.
Menurut Gorys Keraf, “Analisa” adalah sebuah proses untuk memecahkan suatu kedalam bagian-bagian yang saling berkaitan satu sama lainya. Sedangkan menurut Komaruddin mengatakan bahwa, “Analisa”  merupakan suatu kegiatan berfikir untuk menguraikan suatu keselurahan menjadi komponen sehingga dapat mengenal tanda-tanda dari setiap komponen, hubungan satu sama lain dan fungsi masin-masing dalam suatu keseluruhan yang terpadu.
2.    Talak
Talak, sebagaimana yang telah di definisikan oleh mushannif, ialah sebagai berikut:
اَلطَّلَاقُ لُغَةً حَلُّ الْقَيْدِ. وَشَرْعًا حَلُّ عَقْدِ النِّكَاحِ بِاللَّفْظِ الْآتِيْ.
Talak secara epistemologi ialah lepasnya ikatan, sedangkan secara terminologi, talak ialah lepasnya ikatan pernikahan dengan menggunakan lafadz-lafadz tertentu.

Istilah lain dari talak adalah “Furqah‟ yang berarti bercerai, yang merupakan lawan kata dari berkumpul. Perkataan Talak dan Furqah mempunyai pengertian umum dan khusus. Dalam arti umum berarti segala macam bentuk perceraian yang dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim.  Sedangkan dalam arti khusus ialah perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami.

F.    Metode Penelitian
1.   Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library Research).  Jenis penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi serta pengetahuan tentang hukum saksi talak perspektif imam ibn Hazm dan imam Syafi`i dengan bantuan bermacam-macam materi yang terdapat di perpustakaan, seperti; buku-buku, majalah, dokumen, catatan, kisah-kisah sejarah dan wawancara serta lain-lainya.
2.   Pendekatan
Dalam rangka menemukan jawaban terhadap penelitian mengenai analisis hukum saksi talak perspektif imam ibn Hazm dan imam Syafi`i, Maka penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.
Penelitian ini berupa telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan   suatu masalah yang pada dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan. Telaah pustaka seperti ini biasanya dilakukan dengan mengumpulkan data informasi dari beberapa sumber data yang kemudian di elaborasi serta disajikan dengan cara baru dan untuk keperluan yang baru.
Dengan demikian diharapkan menemukan nuansa baru dalam  fiqih Islam, yaitu dengan cara menganalisi dan mengembangkan pendapat yang sudah ada.
3.   Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini sesuai dengan jenis penggolongannya ke dalam  penelitian  perpustakaan (library  research), maka  sudah  dapat  dipastikan bahwa  data-data  yang  dibutuhkan  adalah dokumen, yang berupa  data-data  yang diperoleh  dari  perpustakaan melalui  penelusuran  terhadap  buku-buku  literatur,  baik yang bersifat Primer ataupun yang bersifat Sekunder.
a)    Sumber primer dalam penelitian ini adalah kitab-kitab yang memuat pendapat mengenai hukum saksi talak perspektif imam Ibn Hazm dan imam Syafi`i, semisal kitab, al-Muhalla bi al-atsar, karangan imam ibn Hazm, al-Ummu, karangan imam Syafi`i, Fiqih Lima Mazhab karangan Muhammad Jawad Mugniyah, Fiqh Munakahat karangan Abdul Rahman Gazali, sedangkan kitab yang membahas masalah, seperti kitab ushul fiqih karangan Amir Syarifuddin, Usul Fiqih  karangan Saifudin Zuhri, Usul Fiqih jilid 2 karangan Amir Syarifuddin, Metodologi Ijtihad Hukum Islam karangan syaikh Mubarok, Pengantar Ilmu Fiqh karangan Zarkasyi Abdul Salam, Masa’il Al-Fiqhiyyah karangan Abuddin Nata, Model Penelitian Fiqh karangan Cik Hasan Bisri, Kamus Ilmu Ushul Fiqih karangan Totok Jumantoro.
b)    Sumber skunder, Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih mendalam dan luas (komprehensif), maka kami juga mengggunakan sumber sekunder yang berasal dari kitab-kitab fiqih baik klasik, kontemporer ataupun literatur-literatur lain yang memiliki relevansi terhadap topik pembahasan yang sedang peneliti telaah kali ini. Sumber sekunder dalam hal ini difungsikan sebagai pelengkap terhadap sumber primer yang telah ada. Seperti jurnal, artikel dan internet dan lain-lain.
4.   Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
Tehnik pengumpulan data ini dilakukan  dengan  cara mengumpulkan data-data dari berbagai sumber yang telah ditentukan, baik sumber primer maupun sumber sekunder, yaitu dengan cara menghimpun beberapa pendapat ulama yang telah terkodifikasi dalam fiqih Islam mengenai talak serta penjelasan talak dalam al-Quran dan hadits. Ini dapat peneliti lakukan dengan cara menelusuri berbagai literatur yang sudah ada, baik yang berbahasa Arab, ataupun literatur yang berbahasa Indonesia.
Setelah beberapa data-data terkumpul, langkah selanjutnya adalah melakukan  elaborasi (penggarapan secara tekun dan cermat) atau pengolahan terhadap data-data tersebut dengan cara menelaah kembali relevansinya dengan topik yang dijadikan sebagai objek penelitian, yang dalam hal ini adalah mengenai “Analisis Hukum Saksi Talak Perspektif Imam ibn Hazm dan imam Syafi`i”.

G.    Sistematika Pembahasan
Demi mendapatkan kemudahan dalam memperoleh gambaran dalam melakukan penelitian ini, peneliti perlu mencantumkan sistematika pembahasan sebagai berikut:
(Baba I), Berisi Pendahuluan Yang Memuat:
A) Latar Belakang, B) Rumusan Maslah, C) Tujuan Penelitian, D) Manfaat Penelitian, E) Penelitian Terdahulu, F) Kaijan Teori, G) Metode Penelitian, H) Sistematika Pembahasan.
(BAB II), Analisis hukum saksi talak perspektif imam ibn Hazm dan imam Syafi`i, Pembahasan pada bab II ini meliputi:
A) Riwayat hidup imam ibn Hazm dan imam Syafi`i, B) Pendidikan imam ibn Hazm dan imam Syafi`i, C) Guru-guru dan murid-murid imam ibn Hazm dan imam Syafi`i, D) Karya-karya imam ibn Hazm dan imam Syafi`i.
(BAB III), Tinjauan global mengenai saksi talak, meliputi:
A) Pengertian saksi, B) Landasan hukum saksi, C) Rukun dan syarat saksi, D) Pandangan para ulama tentang saksi.
(BAB IV), Pandangan iamam ibn Hazm dan imam Syafi`i mengenai saksi talak, meliputi:
A) Metode ijtihad imam ibn Hazm dan imam Syafi`i mengenai kedudukan saksi dalam talak.
(BAB V), Meliputi:
A) Kesimpulan, B) Saran.
Daftar Pustaka












H.    Jadwal Penelitian
Mengacu kepada desain di atas, maka seluruh rangkaian kegiatan penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan mulai bulan maret 2018 hingga juli 2018 dengan jadwal sebagai berikut :
Tabel 1.2 : Jadwal Penelitian
No    Kegiatan    Mar.2018    Apr.2018    Mei.2018    Jun.2018    Jul.2018    Aug.2018    Sept.2018
        1    2    3    4    1    2    3    4    1    2    3    4    1    2    3    4    1    2    3    4    1    2    3    4    1    2    3    4
1    Penulisan proposal                √    √    √                                                                                       
2    Seminar proposal                            √                                                                                   
3    Revisi proposal                            √                                                                                   
4    Penggalian data                                √    √    √    √    √    √    √    √    √    √    √    √    √    √    √                       
5    Analisis data                                    √    √    √    √    √    √    √    √    √    √    √    √    √    √    √    √               
6    Penulisan laporan                                        √    √    √    √    √    √    √    √    √    √    √    √    √    √    √    √    √       
7    Presentasi laporan                                                                                                            √   
8    Revisi laporan                                                                                                                √




DAFTAR PUSTAKA
Abi Daud Sulaiman, Sunan Abi Daud, Beirut : Dȃr al-Kutub al-Ilmiyah.
Al-sayyid abu bakr, Muhammad Syatha al-dimyati al-Mishriy, I’anah al-thalibin, juz IX, cetakan (t,t,).
Al-sayyid abu bakr, Muhammad Syatha al-dimyati al-Mishriy, I’anah al-thalibin, juz IX, cetakan (t,t,).
Http.kulih.info.com, diakses pada tanggal 2 bulan 4 tahun 2018.
Http://Googleweblight,Com, diakses pada tanggal 02 bulan 04 tahun 2018.
Imam Muslim, Abi al-Husain Ibn al-Hajjȃj al-Qusyairiy al-Naysȃburiy, Shahîh Muslim, Juz II, cetakan X (Bairut: Dȃr Al-Kutub Al-`Ilmiyyah, 1971), halaman 150.
Kompilasi hukum islam, departemen direktorat peradilan agama islam, bab XVI pasal, 129.
Mardalis, 1999, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: Bumi).
Q-S Surat al-Rum, 30 : 21).



Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.